PSIKOLOGI KOMUNIKASI
“Pandangan Teori
Psikoanalisis, Behaviolisme, Kognitif, Humanisme Tentang Karakter Manusia Dalam
Komponen-komponen Komunikasi”
OLEH
UNIVERSITAS
HOLU OLEO
KENDARI
2015
KONSEPSI PSIKOLOGI TENTANG
MANUSIA
Banyak teori dalam komunikasi yang dilatar belakangi
konsepsi-konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori persuasi sudah lama menggunakan konsepsi psikoanalisis yang melukiskan
manusia sebagai makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo
Volens). Teori jarum hipodermik
(yang menyatakan media masa sangat berpengaruh) dilandasi konsepsi behaviorisme yang memandang
manusia sebagai makhluk yang digerakan semaunya oleh lingkungan (Homo
Mechanicus). Teori pengolahan informasi
jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi
kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif
mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi intrapersonal
banyak dipengaruhi konsepsi psikologi
humanistik yang mengambarkan
manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan
lingkungannya (Homo Ludens).
Teori
|
Konsepsi Tentang
Manusia
|
Tokoh-tokoh
|
Psikoanalisis
|
Manusia memiliki keingingan (Homo Volens)
|
Freud, Jung, Adler, Abraham, Horney
|
Behaviorisme
|
Manusia diatur oleh lingkungan (Homo Mechnicus)
|
Hull, Miller&Dollard, Rotter, Sklinner, Bandura
|
Kognitif
|
Manusia berpikir (Homo Sapiens)
|
Lewin, Heider, Festinger, Piaget, Kohlberg
|
Humanisme
|
Homo Ludens (Manusia Bermain)
|
Rogers, Combs&Snygg Maslowl, May Satir, Perls
|
1.
Konsepsi Manusia dalam
psikoanalisis
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama
berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada
bagian-bagian yang terpisah (Asch, 1959\; 17). Menurut Freud, perilaku
manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan
dorongan-dorongan biologis manusia pusat instink (hawa nafsu dalam kamus
agama). Ada dua instink dominan:
1) Libido instink reproduktif yang menyediakan energi
dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif.
2) Thanatosos instink destruktif dan agresif. Yang
pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep freud bukan
hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan
termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcism). Semua motif
manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan
prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya. Id
bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id
adalah tabiat hewani manusia.
Subsistem yang kedua ego berfungsi menjembatani
tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara
hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang
menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya. Ia bergerak berdasarkan
prinsip realitas (reality principle).
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang
ideal.Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi
dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk
menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar. Secara singkat,
dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen
biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau
unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).
2.
Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap
intropeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan
subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak
tampak). Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja.
Behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka
seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak
mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;
behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor-faktor lingkungan.
Menurut paham ini,pengalaman adalah satu-satunya
jalann ke kepemilikan pengetahuan. Bukanlah ide yang menghasilkan
pengetahuan, tetapi keduanya adalah produk pengalaman. Secara psikologis, ini
berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian dan tempramen ditentukan oleh
pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan penyebab prilaku tetapi
disebabkan prilaku masa lalu.
Namun behaviorisme bungkam ketika dihadapkan pada kata
“self-motivated”. Motivasi terjadi di dalam individu, sedangkan
behaviorisme hanya melihat peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran
tidak menarik perhatian behavioristik.
3.
Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang
habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial
bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk
yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang
selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens).
Kaum rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa
penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran.
Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan
informasi yang akurat. Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind)
yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan
pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan,
mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.
Mula-mula psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian
pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam
menjelaskan perilaku sosial. Di antara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch,
dan Fritz Heider. Heider dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam
psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh
psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan
perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini. Kenyataan menunjukkan bahwa
manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang
didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional.
Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai
oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan
keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive heuristics”
(dalil-dalil kognitif).
Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya
berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristics”
bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan
bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya).
Dari sini rnuncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as
Cognitive Miser). Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena
konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali
“jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan
mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha
menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya
Menurut Lewin prilaku manusia harus dilihat sesuai
konteksnya karena menurut Lewin behavior merupakan hasil interakasi dari person
dan lingkungannya. Lewin juga berbicara tentang tension yang menunjukkan
suasana kejiwaan yang terjadi ketika kebutuhan psikologi tidak terpenuhi. Teori
ini pada pokoknya menyatakan bahwa individu berusaha mengoptimalkan makna dalam
persepsi, perasaan, kognisi dan pengalaman. Bila makna tidak optimal, timbul
tension yang memotivasi orang untuk menguranginya.
4.
Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga
dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan
behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk
lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri
primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa,
tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud seridiri, “we see a man as
a savage, beast” (1930:86). Keduanya tadak menghormati manusia sebagai manusia.
Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan
menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi.
Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik. “Humanistic psychology’is not just
the study of ‘human being- it is a commitment to human becoming, “tulis Floyd
W. Matson (1973:19) yang agak sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam
dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):
a)
Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang
bersifat pribadi di marxa dia — sang
Aku, Ku, atau diriku (the I, me, or myself) – menjadi, pusat: Perilaku manusia
berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi rnanusia tentang identitas dirinya
yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan
fenomenal (phenomenal field). Medan keseluruhan pengalarnan subjektif seorang
manusia, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang
“bukan aku”.
b)
Manusia berperilaku untuk mempertahankan,
meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
c)
individu bereaksi pada situasi sesuai dengdn persepsi
ren¢ang dirinya dan dazrYianya — ia bereaksi paaa “realitas” seperti yang
dipersepsikan olehnya clan dengazz cara yang sesuai dengan iconsep dirinya.
d)
Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti
oleh pertahanan diri-berupa penyempitan dan pengkakuan (rigid ification)
persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego
seperti rasionalisasi.
e)
Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan
dan keutuhan diri. Dalam kor.disi yang normal ia berperilaku rasional dan
konstruktif, serta rnemilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.
Contoh Kasus :
Tembak Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar
Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu.
Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan
membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok.
Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya.
Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi itu diawali dengan
kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM. Begitu berhenti di parkiran,
beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan
tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi
genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian. Setelah merobohkan Bripda
Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk
mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil
semua uang seperti yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004).
Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis
barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap setelah melihat atau mengalami
peristiwa tersebut.
(Sumber : salah satu berita di surat kabar)
Analisis :
Pendekatan Psikoanalisis
Perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id”
yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang
memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu
dikembangkannya Superego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik
ini. Pada akhirnya, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul
dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh
resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik. Penjelasan lainnya dari
pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa
cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan
tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman agar merasa diperhatikan.
Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa
aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya
kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
Pendekatan Behaviorisme
Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan
penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang)
merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain.
Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa
dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara
observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung (melalui vicarious reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling
berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku
manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku
tertentu. Pada kasus diatas, mungkin ia mempelajari dan meniru dari
adaegan-adegan perampokan di film-film, terutama film action barat, yang
terkadang sangat tidak mungkin dilakukan di Negara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi,
Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya
http : //www. Rumahbelajarpsikologi.com