PUISI DAN PROSA
A. PUISI
1. Pengertian
puisi
Puisi ialah perasaan penyair yang diungkapkan
dalam pilihan kata yang cermat, serta mengandung rima dan irama.
Secara etimologis istilah puisi
berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk,
membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti
orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai
dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang
dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra, puisi
merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton mengatakan bahwa puisi
adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia
dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi
adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa,
sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan
puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson mengatakan bahwa
puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya mengatakan
bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang
tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan
bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan
bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan
perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
2. Ciri-ciri
puisi
Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang
dipergunakan serta dari wujud puisi tersebut. Bahasa puisi mengandung rima,
irama, dan kiasan, sedangkan wujud puisi terdiri dari bentuknya yang berbait,
letak yang tertata ke bawah, dan tidak mementingkan ejaan.
3. Jenis-jenis puisi
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Ø
Puisi lama adalah puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda,
sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan barat. Sifat masyarakat
lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu
sangat terikat pada aturan tertentu. Puisi lama terdiri dari mantra, bidal,
pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Ø
Puisi baru adalah puisi yang muncul pada masa penjajahan Belanda,
sehingga pada puisi baru tampak adanya pengaruh dari kebudayaan Eropa. Penetapan
jenis puisi baru berdasarkan pada jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait.
Jenis puisi baru dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet,
septima, stanza atau oktaf, serta soneta.
Ø
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa
penjajahan Belanda. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi
menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
4.
Unsur-unsur puisi
Unsur Pembangun Puisi
Unsur pembangun puisi ada dua yaitu unsur
intrisik dan ekstrinsik.
Sebuah karya sastra mengandung unsur intrinsik
serta unsur ekstrinsik. Keterikatan yang erat antarunsur tersebut dinamakan
struktur pembangun karya sastra.
1)
Unsur
Intrisik
ialah unsur yang secara langsung membangun cerita dari dalam karya itu sendiri.
Unsur intrinsik sebuah
puisi terdiri dari tema, amanat, sikap atau nada, perasaan, tipografi,
enjambemen, akulirik, rima, citraan, dan gaya bahasa.
2)
Unsur
ekstrinsik ialah unsur ekstrinsik ialah unsur yang turut membangun cerita dari
luar karya sastra.
Unsur ekstrinsik pada
semua jenis karya sastra memiliki kesamaan.
Unsur ekstrinsik yang
banyak mempengaruhi puisi antara lain: unsur biografi, unsur kesejarahan, serta
unsur kemasyarakatan.
Analisis Unsur intrisik puisi
Untuk memahami makna sebuah puisi dapat dilakukan
dengan menganalisis unsur-unsur intrinsiknya, misalnya dengan mengkaji gaya
bahasa dan bentuk puisi. Gaya bahasa yang dipergunakan penyair mencakup (1)
Gaya bunyi yang meliputi: asonansi, aliterasi, persajakan, efoni, dan kakofoni.
(2) Gaya kata yang membahas tentang pengulangan kata dan diksi. (3) Gaya
kalimat yang berisi gaya implisit dan gaya retorika. (4) Larik, dan (5) bahasa
kiasan.
Memahami puisi melalui bentuknya dapat
dilakukan dengan menelaah tipografi, tanda baca, serta enjambemen. Untuk mempermudah
dan memperjelas penganalisisan puisi, di depan setiap larik berilah bernomor
urut. Apabila puisi yang hendak dianalisis tersebut memiliki beberapa bait,
dapat pula diberi bernomor pada setiap baitnya.
5.
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa
unsur, yaitu:
o Kata adalah
unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat
menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih
diformulasi menjadi sebuah larik.
o Larik (atau
baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa
berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi
lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru
tak ada batasan.
o
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik
dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
o
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan)
adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan
bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek,
dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi
secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya
(karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini
dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama
tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan
efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan.
o
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata,
pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi
tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
6.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa
dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Ø
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai
hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran
bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik
makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
3.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.
Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema
dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan
masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong,
menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4.
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak,
ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa
dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Ø
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut
pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk
mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi
seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
2.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan
bunyi, dan urutan kata.
3.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
4.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas.
Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes,
ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio,
klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6.
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum.
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris
puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi
(aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak
berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya, dan (3)
pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
7.
Contoh Puisi
- Cinta yang Agung -
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata
Aku turut berbahagia untukmu
Apabila cinta tidak berhasil
Bebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya
Tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersamanya
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh
by Kahlil Gibran
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata
Aku turut berbahagia untukmu
Apabila cinta tidak berhasil
Bebaskan dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya
Tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersamanya
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh
by Kahlil Gibran
B. PROSA
1. Pengertian prosa
Prosa
adalah karangan yang berbentuk cerita yanb bebas, tidak terima oleh rima, irma,
dan kemerduan bunyi layaknya puisi. Bahasa prosa seperti bahasa sehari-hari.
2. Jenis-jenis Prosa
Menurut isinya prosa dapat dibagi
menjadi 2, yaitu prosa fiksi dan nonfiksi :
a) Prosa Fiksi
Prosa fiksi
adalah prosa yang berbentuk karangan/Khayalan yang dibuat oleh pengarangnya.
Isi cerita yang dibuat tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta yang terjadi.
Prosa fiksi ini disebut juga karangan narasi sugestif/imajinatif.
Contoh prosa
fiksi : Cerpen, novel, dan dongeng
b) Prosa Nonfiksi
Prosa
nonfiksi merupakan karangan yang dibuat bukan berdasarkan rekaan/khayalan sang
pengarang, tetapi berisi hal-hal berupa informasi faktual ( kenyataan ) atau
berupa pengamatan pengarang. Jenis prosa non fiksi ini juga disebut karangan
semi ilmiah
Contoh
Prosa nonfiksi : Artikel, tajuk rencana, opini, feature, biografi,
tips, reportase, jurnalisme baru, iklan dan pidato.
Menurut pembagian sejarah sastra Indonesia, dikenal 2
macam sastra, yaitu sastra klasik dan sastra modern.
Sastra modern termasuk di dalamnya prosa baru yang
mencakup roman, novel, novel populer, cerpen. Selanjutnya sastra klasik
termasuk di dalamnya yaitu prosa lama yang mencakup cerita rakyat, dongeng,
fabel, epos, legenda, mite, cerita jenaka, cerita pelipur lara, sage, hikayat,
dan silsilah.
Roman adalah salah satu jenis karya sastra ragam
prosa. Pengertian roman pada mulanya ialah cerita yang ditulis dalam bahasa
Romana. Dalam perkembangannya kemudian, roman berupa cerita yang mengisahkan
peristiwa/pengalaman lahir/batin sejumlah tokoh pada satu masa tertentu. Hal
ini terjadi pada akhir abad ke-17. Perkembangan roman mencapai puncaknya pada
abad ke-18. Pada abad ke-19 muncullah penulis-penulis roman yang termasyhur,
seperti Honore de Balzac, Gustave Flaubert, Emile Zola, Charles Dickens, Leo
Tolstoy, F. Dostojevski. Penulis-penulis roman ini kemudian disusul oleh
rekan-rekannya yang mewakili abad ke-20, seperti Proust, Joyce, Kafka, dan
Faulkner.
Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah.
Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah.
Novel dapat dibedakan menjadi novel kedaerahan,
novel psikologi, novel sosial, novel gotik, dan novel sejarah, serta novel
populer.
Cerita jenis lain yang memiliki ciri utama sepertri
novel adalah cerpen. Bedanya dengan novel, cerpen penceritaannya lebih ringkas,
masalahnya lebih padu dan plotnya tunggal dan terfokus ke akhir cerita. Sebuah
cerita yang panjang yang berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut
dengan cerpen.
1.
Unsur-unsur Prosa
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Prosa
Unsur pembangun prosa terdiri dari struktur
dalam atau unsur intrinsik serta struktur luar atau unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat, alur, tokoh, latar, sudut
pandang, serta bahasa yang dipergunakan pengarang untuk mengekspresikan
gagasannya.
Tema prosa fiksi terutama novel dapat terdiri
dari tema utama serta beberapa tema bawahan. Pada cerpen yang memiliki
pengisahan lebih singkat, biasanya hanya terdapat tema utama.
Alur merupakan struktur penceritaan yang dapat
bergerak maju (alur maju), mundur (alur mundur), atau gabungan dari kedua alur
tersebut (alur campuran). Pergerakan alur dijalankan oleh tokoh cerita. Tokoh
yang menjadi pusat cerita dinamakan tokoh sentral. Tokoh adalah pelaku di dalam
cerita. Berdasarkan peran tokoh dapat dibagi menjadi tokoh utama, tokoh
bawahan, dan tokoh tambahan. Tokoh tercipta berkat adanya penokohan, yaitu cara
kerja pengarang untuk menampilkan tokoh cerita. Penokohan dapat dilakukan menggunakan
metode (a) analitik, (b) dramatik, dan (c) kontekstual.
Tokoh cerita akan menjadi hidup jika ia
memiliki watak seperti layaknya manusia. Watak tokoh terdiri dari sifat, sikap,
serta kepribadian tokoh. Cara kerja pengarang memberi watak pada tokoh cerita
dinamakan penokohan, yang dapat dilakukan melalui dimensi (a) fisik, (b)
psikis, dan (c) sosial.
Latar berkaitan erat dengan tokoh dan alur.
Latar adalah seluruh keterangan mengenai tempat, waktu, serta suasana yang ada
dalam cerita. Latar tempat terdiri dari tempat yang dikenal, tempat tidak
dikenal, serta tempat yang hanya ada dalam khayalan. Latar waktu ada yang
menunjukkan waktu dengan jelas, namun ada pula yang tidak dapat diketahui
secara pasti.
Cara kerja pengarang untuk membangun cerita
bukan hanya melalui penokohan dan perwatakan, dapat pula melalui sudut pandang.
Sudut pandang adalah cara pengarang untuk menetapkan siapa yang akan
mengisahkan ceritanya, yang dapat dipilih dari tokoh atau dari narator. Sudut
pandang melalui tokoh cerita terdiri dari (a) sudut pandang akuan, (b) sudut
pandang diaan, (c) sudut pandang campuran.
Dalam menuangkan cerita menggunakan medium
bahasa, pengarang bebas menentukan akan menggunakan bahasa nasional, bahasa
daerah, dialek, ataupun bahasa asing.
Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema,
tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, gaya, pembayangan, dan
amanat. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi, bahwa pada umumnya alur cerita rekaan
terdiri atas:
1) alur buka, yaitu
situasi terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan
kondisi berikutnya;
2) alur tengah, yaitu
kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memulai memuncak;
3) Alur puncak, yaitu
kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa ; dan4. alur tutup.
Dengan kata lain,
alur cerita meliputi paparan, konflik, klimaks dan penyelesaian. Kedelapan
unsur tersebut saling mengisi dalam sebuah prosa. Tema, misalnya menjadi
sentral yang mengilhami cerita. Begitu juga dengan penokohan yang meramu watak
tokohnya menjadi penyampai pesan yang diinginkan pengarang, baik yang jahat
maupun yang baik. Agar penokohan ini tampak lebih hidup, ditopang dengan
latar/setting cerita, gaya, pembayangan dan amanat.
2.
Contoh prosa
- Fabel –
Angkaro dan
Tunturana
Dua kor
kepiting, Angkaro dan Tuturana, bersahabat karib. Mereka tinggal bersama di
pinggir laut, di balik bebatuan. Mereka bersembunyi karena takut pada
orang-orang yang mencari ikan dan kepiting. Apabila laut pasang, mereka bermain
tanpa takut akan ditangkap manusia.
Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Angkaro dan Tuturana keluar menikmati keindahan alam.
Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Angkaro dan Tuturana keluar menikmati keindahan alam.
” Sahabat,
bagaimana kalau kita hiasi punggung kita agar kelihatan menarik ?” kata
Angkaro.
”Bagus sekali
idenya. Kita memang perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Tapi,
bagaimana caranya ? ” tanya Tuturana.
”Bagini.”sahut Angkaro, ”Kita lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
”Bagini.”sahut Angkaro, ”Kita lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
” Wah,
menarik sekali.Bagaimana kalau aku dulu yang dilukis. Boleh atau tidak ? tanya
Tuturana.
”Baiklah.”kata
Angkaro.
Angkaro mulai
mengukir punggung Tuturana. Punggung Tuturana dihiasi dengan bulatan-bulatan dari
muka ke belakang, dan dari atas ke bawah. Lukisan itu sangat mempesona.
”Sudah
selesai sahabat.”kata Angkaro.
Tuturana
bercermin pada di air laut yang jernih.
“Bagus,
bukan?”tanya Angkaro.
“Bagus
sekali. Terima kasih sahabat.”kata Tuturana,
”Sekarang giliranku.”kata
Angkaro.
Tiba-tiba air
laut surut. Datanglah pencari ikan membawa obor. Kedua ekor kepiting itu pun
terkejut. Berlarilah mereka untuk menghindari bahaya.
”Maaf,
sahabat. Orang-orang sudah datang untuk menangkap kita. Tidak ada waktu lagi
untuk melukis punggungmu.” kata Tuturana.
”Tidak
punggungku harus kamu ukir !” teriak Angkaro.
Melihat
obor-obor semakin dekat, Tunturana menggambari punggng Angkaro dengan dengan
kuas dan cat tanpa bentuk. Punggung Angkaro sekarang penuh dengan garis tidak
karuan karena tergesa-gesa hendak menyelamatkan diri.
Angkaro
terpaksa menerima keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk yang amat berbeda:
Tuturana cantik dan Angkaro jelek.
3. Perbedaan
Puisi dan Prosa
Yang Membedakan Puisi dan Prosa :
Slamet Mulyana mengatakan bahwa
ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok
adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis.
Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan
dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada
periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa
perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan
aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi).
Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara
menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada
sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat,
bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang
bersifat naratif, menguraikan, dan informatif.
Perbedaan lain yaitu puisi
menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu
secara langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar